Senin, 05 Maret 2012
Pemikiran Hadis Michel Cook
Kajian terhadap hadis-hadis nabi menjadi penelitian sangat penting mengingat fungsinya sebagai “tulisan” dan rujukan paling urgen di samping al-Qur’an bagi umat muslim. Hal ini tentu mencakup semua bagian-bagian dalam hadis untuk menjadi bahan dan pokok bahasan dalam banyak penelitian tentangnya terlepas dari unsur keyakinan ataupun murni pengetahuan. Termasuk oleh para orientalis sendiri.
Ketika sarjana Barat memasuki kawasan penelitian tentang sumber dan asal-usul Islam, mereka dihadapkan pada pertanyaan tentang apakah dan sejauh mana hadits-hadits atau riwayat-riwayat tentang Nabi dan generasi Islam pertama dapat dipercaya secara hisroris. Pada fase awal kesarjanaan Barat, mereka menunjukkan kepercayaan yang tinggi terhadap literatur hadits, riwayat-riwayat tentang Nabi dan generasi Islam awal. Tetapi sejak paruh kedua abad kesembilan belas, skeptisime tentang otentisitas sumber tersebut muncul. Bahkan sejak saat itu perdebatan tentang isu tersebut dalam kesarjanaan Barat didominasi oleh kelompok skeptis. Kontribusi sarjana seperti Ignaz Goldziher, Joseph Schacht, Wansbrough, Patricia Crone, Michael Cook dan Norman Calder berpengaruh secara dramatis terhadap karya karya sarjana Barat. Sekarang mari kita lirik pemikiran salah satu tokoh tersebut yaitu Michael Cook selaku salah satu sarjana barat yang mulai meneliti dan memahami hadits nabi.
Ia adalah seorang ilmuwan yang cukup penting diketahui dalam penelitian hadis dari kalangan orientalis. Orientalis yang satu ini berkiprah di bidang sejarah Islam dan hadits serta ilmu Ketimuran dan berasal dari Universitas Princenton. Ia juga telah menjadi profesor dan mengajar di bagian Near East Study, Universitas Princeton.
Ketertarikannya yang cukup tinggi terhadapa ilmu islam dan khususnya ilmu hadits, menjadikannya ilmuwan yang cukup berani dalam menelurkan karya-karya nya dan memberikan tanggapan atau kritikan terhadap pemikir-pemikir lain yang datang sebelumnya. Salah satu contohnya adalah ia mengkritik teori Common Link yang dicetuskan oleh Joseph Schact dan juga Joseph van Ess.
Berikut ini, penulis berupaya untuk memaparkan teori yang dikembangkan oleh Michael Cook tersebut dengan sederhana dan dengan bahan yang masih terbatas. Maka dari itu, saran dan kritik daripara pembaca penulis harapkan untuk dapat menambah informasi dan untuk perbaikan tulisan ini.
B. Sekilas Biografi dan Perjalanan Intelektual
Hebert Berg menyatakan, Michael Cook adalah salah satu tokoh pemikir Skeptis Baru. Ia adalah seorang pakar sejarah Islam dari Universitas Princeton, New Jersey. Ia lahir pada tahun 1940. Dengan usaha dan kemampuannya, Michael Cook terpilih mejadi anggota American Philosophical Society pada tahun 2001. Kemudian pada tahun 2002 ia memenangkan 1,5 juta dolar dalam Distinguished Achievement Award dari Mellon Foundation atas karya yang memberikan kontribusi penting dalam bidang Humanities Research. Tahun 2004 ia terpilih sebagai anggota dari American Academy of Arts and Sciences. Selanjutnya, pada tahun 2006, ia memenangkan Howard T. Behrman Award for Distinguished Achievement dalam kategori Humanities di Universitas Princeton, dan tahun 2008 dia memenangkan Farabi Award in the Humanities and Islamic Studies.
Karya-karyanya:
· A Brief History of the Human Race diterbtkan pada tahun 2005
· Studies in the Origins of Early Islamic Culture and Tradition diterbitkan pada tahun 2004
· Early Muslim Dogma : A Source-Critical Study, diterbitkan Princeton University Press pada tahun 2003
· Forbidding Wrong in Islam: An Introduction (Themes in Islamic History) pada tahun 2003
· Commanding Right and Forbidding Wrong in Islamic Thought pada tahun 2001 dan merupakan pemenang dari Albert Hourani Book Award
· The Koran: A Very Short Introduction diterbitkan pada tahun 2000
· Muhammad (Past Masters) pada tahun 1983
· Hagarism: The Making of the Islamic World pada tahun 1977 berkolaborasi dengan Patricia Crone dalam penulisannya.
C. Hadits Nabi dalam pandangan Michael Cook
Sebelum kita meneliti pandangan Michael Cook, seperti yang kita ketahui bahwa bidang studi yang ditekuninya adalah Sejarah dan khususnya Sejarah Islam, maka wajar apabila Cook kemudian sering memberikan perkuliahan sejarah Islam. Adapun pandangan Cook tentang Hadits Nabi banyak diwarnai dengan pemikiran pendahulunya seperti Ignaz dan Schacht, hal tersebut terbaca dengan penjelasannya yang mengatakan bahwa mulai penelitian-penelitiannya sejarah yang menurut Cook benar-benar telah tercampur dengan ekonomi dan social, serta mengatakan bahwa sejarah diikuti dengan metode kuantitatif secara kukuh. Dan dia menyatakan bahwa penelitiannya bersangkutan dengan pembentukan peradaban Islam, dan peranan yang dimainkan oleh proses nilai-nilai agama. Cook juga meneliti hadits-hadits nabi dan menyatakan bahwa untuk membuktikan keotentikan hadits nabi tersebut, dibutuhkan data-data sejarah yang kuat yang datang dari sumber di luar Islam.
Berawal dari menanggapi kesimpulan yang diperoleh Joseph Van Ess mengenai asal dan pengembangan kontroversi Jabariah dan Qadariah yang menurutnya sangat menentukan awal perkembangan Islam. Michael Cook menganalisa sebuah teks dengan spesifik, serta diskusi yang umum guna meneliti Asbab al-Wurud sebuah hadits, Cook mempertanyakan kebenaran tentang metodenya.
Di kalangan orientalis sendiri sepertihalnya Motzki dan Rubin, Cook juga termasuk salah satu tokoh yang mendukung teori-teori Schacht sekalipun ada sedikit teori yang dikritik, Cook berpendapat bahwa penanggalan atau penentuan kapan persisnya suatu hadits muncul bukanlah perkara yang mudah. Bukan hanya kebanyakan hadits adalah palsu, bahkan asal-usulnya pun nyaris mustahil untuk diketahui, jika mengandalkan sumber-sumber sejarah Islam itu sendiri. Karena itu, setelah mempertanyakan dan mengkritik validitas metodologi Schacht dan Joseph van Ess dalam mengukur usia suatu hadith, Michael Cook menyimpulkan bahwa “the traditions have to be dated on external criteria, above all from termini derived from the documents.”. dan di sisi lain, yang sangat mengherankan, Cook enggan menerima data-data historis yang telah ditemukan, dikumpulkan dan dikemukakan oleh Hamidullah, Abbot dan Sezgin.
Dalam Early Muslim Dogma, ia mengkaji persoalan penanggalan hadits. Ia mengkritik metode Common Link yang digunakan oleh Joseph Van Ess dan sebagaimana telah digunakan oleh Schact. Merek amengakui bahwa isnad berkembang ke belakang dan ia juga menerima validitas Common Link, yaitu ketika berbagai isnad dari matan hadits yang sama tampak bercabang atau menyebar dari seorang periwayat tertentu maka periwayat tersebut berperan sebagai titik pindah bersama (terminus ante quem).
D. Kritik Michael Cook Terhadap Teori Common Link
Untuk mengkritik teori Common Link, Cook mengembangkan dan memperluas teori Schact yang lain, yakni teori penyebaran isnad (the spread of Isnads). Teori ini menyatakan bahwa para periwayat hadits terbiasa menciptakan isnad-isnad tambahan untuk mendukung sebuah matan hadits yang sama. Menurut Cook, munculnya fenomena Common Link adalah akibat dari proses penyebaran isnad dalam skala besar. Fenomena Common Link tidak dapat menunjukkan bahwa sebuah hadits benar-benar bersumber dari seorang periwayat kunci. Oleh karena itu, metode Common Link yang dikembangkan oleh Juynboll tidak dapat dipakai untuk menelusuri asal-usul, sumber, dan kepengarangan hadits.
Cook mengkritik metode Common Link dengan menarik dan memperluas salah satu dari pengertian teori Schacht tersebut, yang mengatakan bahwa sanad itu adalah sekedar periwayatan untuk matan yang sama, hal ini dipakai untuk sanad dengan melewati suatu periwayatan. Menurut Cook, proses penyebaran Isnad paling tidak dapat terjadi dengan tiga cara: pertama: melewati periwayat yang sezaman, kedua, menyandarkan hadits pada seorang guru yang berbeda, dan ketiga, mengatasi persoalan hadits-hadits yang terisolasi (menyendiri). Yang pertama, misalnya Ibnu Zubair dan Ibnu Zuraij adalah kawa sezaman, dan kemudian Ibnu Zuraij belajar hadits kepada Ibnu Zubair. Dengan periwayatan yang benar, urutannya adalah Abu Zubair memperoleh hadits dari Ibnu Abbas, kemudian disampaikan kepada Ibnu Zuraij sebagaimana dalam diagram berikut:
Nabi Muhammad
Ibnu Abbas
Ibnu Zubair
Ibnu Zuraij
Ini bisa dimungkinkan tidak ingin lakukan oleh ibn Zubair. Pertama, ia mungkin tidak ingin dilihat periwayatan pada zaman ini. Kedua, “suatu sanad rapi dan singkat. Idealnya seseorang mempunyai suatu perkataan langsung dari mulut; dengan kesimpulan lebih sedikit mata rantainya maka sanad tersebut makin baik” ,karena semakin sedikit periwayat yang menyelahinya dengan periwayat yang asli (sumber pertama berita). Maka Ibn Zur’aij mungkin “melompati” Ibn Zubair, dengan mengakui bahwa ia mendengar Matan secara langsung dari Ibn ' Abbas seperti diagram ini:
Nabi Muhammad
Ibnu Abbas
Ibnu Zuraij
Kemudian yang kedua, adalah menyandarkan kepada seorang guru berbeda, secara hipotetis lagi-lagi Cook mengajak kita berasumsi ada kemungkinan lain bahwa ketika 'Abdallah meriwayatkan kepada Ibn Sa'id sebuah matan yang didengar dari Ibn Zubair dari Ibn abbas, Ibn Sa'id, tidak mengakui bahwa riwayat tersebut adalah dari Abdullah, seperti gambar (a) tapi ia justru mengaku bahwa riwayat tersebut ia dapatkan dari gurunya sendiri, yaitu Ibnu Zuraij sebagaimana dalam gambar (b):
Gambar a:
Nabi Muhammad
Ibnu Abbas
Ibnu Zubair
Abdullah
Ibnu Sa’id
Gambar b:
Nabi Muhammad
Ibnu Abbas
Ibnu Zubair Ibnu Zuraij
Abdullah Ibnu Sa’id
Dalam hal ini, Cook menganggap hal tersebut dikarenakan dari Ibn ' Abbas turun ke guru Ibn Zur’ai. Ini boleh jadi dilaksanakan sebab hal tersebut diketahui bahwa ia tidak pernah berjumpa Ibn Zubair atau bahwa Ibn Zubair tidaklah dikenali sebagai suatu periwayat yang bisa diterima oleh Ibn Sa'id. Sehingga dengan begitu ia menyesuaikan matan dengan cara menghindari permasalahan tersebut.
Yang ketiga, adalah proses yang diidentifikasi oleh Schact sendiri sebagai yang bertanggung jawab atas teori penyebaran isnad. Ia mengatakan bahwa penyebaran sanaddimaksudkan untuk mengatasi keberatan-keberatan atas hadits-hadits yang menyendiri (terisolasi/infirad). Hadits-hadits yang menyendiri tersebut ( seperti hadits-hadits ahad) tidak dapat diterima sebagai hadits otentik karena, dalam pandangan kelompok anti ahlul hadits, sebuah hadits dapat diterima jika diriwayatkan setidak-tidaknya oleh dua orang saksi yang dapat dipercaya. Hadits yang didasarkan atas periwayatan seorang perawi dapat diterima hanya dengan pernyataan sumpah dan diuji kesungguhannya. Akibatnya, muncul motivasi yang sangat kuat untuk menciptakan isnad-isnad yang lain sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dengan berbagai macam cara, untuk menutupi kekurangan dalam hal periwayatan hadits nabi.
Tiga macam kemungkinan penyebaran atau penciptaan isnad-isnad baru ini, khususnya cara yang pertama dan kedua, mengakibatkan terjadinya fenomena Common Link dalam proses periwayatan hadits. Dengan demikian, titik permasalahannya adalah,menurut asumsi Juyboll, Ibnu Abbas (salah satu sahabat yang ia sebut sebagai Common) adalah dianggap sebagai pemalsu hadits atau pembuat hadits kemudian disebarkan kepada para muridnya (disebut LinkPartial Common Link), akan tetapi menurut Michael Cook, tersebarnya isnad dari seorang periwayat kunci ke sejumlah periwayat lainnya tidak menunjukkan asal-usul dan sumber hadits karena pada dasarnya semua isnad adalah palsu, kecuali satu isnad asli.
Jadi, teori tentang penyebaran isnad dalam pandangan Cook sebenarnya telah merusak teori Common Link dan membuatnya terbantahkan dengan sendirinya. Cook menyatakan bahwa upaya untuk menyelidiki kronologi hadits dengan metode Common Link seperti dilakukan Van Ess dan Juyboll adalah salah. Bagi Cook, fenomena teori Common Link merupakan peghancuran Informasi daripada memberikan sutu informasi.
E. Respon Terhadap Pemikiran Michael Cook
Dengan adanya pemikiran Cook yang mengkritik teori common Link tersebut, terdapat bebrapa respon dan tanggapan dari pemikir lainnya, diantaranya adalah juyn boll dan Gerald Motzki. Respon pertama datang dari pemilik teori Common Link sendiri, yaitu Juynboll. Ia mengemukakan dua pendapat :
1. Model konstruksi Michael Cook dalam penyebaran isnad tersebut memang sering kali terjadi dan merupakan penyebab perkembangan isnad. Meski demikian, jika kejadian ini benar-benar dilakukan oleh sejumlah besar periwayat sezaman secara bersamaan, atau telah menjadi kebiasaan yang dimaklumi pada saat itumaka seharusnya ia meninggalkan kesaksian-kesaksian dalam berbadai kitab rijal. Keudian gagasan adanya kesepakatan untuk memalsukan hadits juga ditolak karena kalaupun itu benar, maka tentu ada tanda-tanda dalam sumbernya.
2. Apabila sejumlah periwayat hadits berasal dari satu orang dan atas dasar prinsip Cook ditegaskan bahwa semua jalur periwayatan adalah palsu kecuali satu, maka fenomena kebetulan semacam ini hampir mustahil adanya, yaitu bagaimana bisa sejumlah periwayat, dengan alasan masing-masing dan kepentingan masing-masing tanpa adanya saling mengetahui satu sama lain bisa mngaku-ngaku mendapat hadits dri perawi yang sama dengan matan yang sama.
Respon lainnya datang dari Gerald Motzki, yang menyatakan bahwa prinsip Michae Cook dalam hal penyebaran isnad tidak dapat diterima. Adanya kemungkinan, atau bahkan kemasuk-akalan bahwa isnad-isnad tambaha telah diciptakan dan kenyataan bahwa penyebaran isnad hanya dapat dibuktikan dalam kasus-kasus individual (seperti dalam sanad hadits-hadits ahad) dan tidak bisa digeneralisasikan diterapkan pada sistem isnad secara keseluruhan. Motzki menegaskan, bahwa sistem Isnad dibangun untuk meyakinkan realibilitas periwayatannya, dan nilai dasarnya adalah bahwa seseorang harus menyebutkan nama informan yang menyampaikan hadits padanya dengan benar dan tepat. Melakukan hal yang sebalikanya dengan mengakui mendapat hadits dari orang yang tidak pernah meriwayatkan padanya, atau manambah, mengurangi, atau bahkan mengganti isinya adalah pemalsuan dan ketidakjujuran yang tidak bisa diterima dalam dunia periwayatan hadits, karena para ahli hadits sangat memahami hal itu.
Kesimpulan bahwa sistem isnad secara umum tidak dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai untukpenanggalan hadits hanya karena ada beberapa perawi yang tidak jujur dalam periwayatannya tidak dapat diterima. Menurut Motzki, jika terbukti dengan jelas bahwa sebagian besar isnad telah dipalsukan, dan tidak dapat dipercaya, maka teori dan prinsip Cook dapat dipertimbangkan, akan tetapi sayangnya Cook tidak bisa menunjukkan bukti tersebut, dan membuat teorinya menjadi lemah dengan sendirinya. Maka dari itu, secara umum pendapat yang lebih kuat adalah sistem isna secara keseluruhan dapat dipercaya, kecuali hanya di sekitar waktu ketika sistem itu baru muncul (sesuai teori Common Link).
F. Kesimpulan dan Penutup
Dari pembahasan yang telah dijelaskan, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Pemikiran Hadits Michael Cook berkonsentrasi pada permasalahan penyebaran sanad hadits. Ia mengkritik teori Common Link dengan mengembangkan dan memperluas teori Schact yang lain, yakni teori penyebaran isnad (the spread of Isnads).
2. Menurut Cook, proses penyebaran Isnad paling tidak dapat terjadi dengan tiga cara: pertama: melewati periwayat yang sezaman, kedua, menyandarkan hadits pada seorang guru yang berbeda, dan ketiga, mengatasi persoalan hadits-hadits yang terisolasi (menyendiri).
3. Maka dari itu, menurut Cook Fenomena Common Link tidak dapat menunjukkan bahwa sebuah hadits benar-benar bersumber dari seorang periwayat kunci. Oleh karena itu, metode Common Link yang dikembangkan oleh Juynboll tidak dapat dipakai untuk menelusuri asal-usul, sumber, dan kepengarangan hadits
Demikian yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan berkenaan dengan cara penulisan atau penyajian data dan penjelasan yang penulis sampaikan, maka dari itu penulis selalu mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Terimakasih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar